Sabtu, 10 Januari 2009

Larang besar siswa bawa HP?!!!??**

Satu persatu peraturan seputar dunia pendidikan muncul ke permukaan. Kalau sebelumnya pelajar heboh dengan larangan membawa handphone berkamera ke sekolah, kali ini benar-benar tidak ada toleransi. Berkamera atau tidak, handphone tak boleh dibawa ke sekolah.
Aturan tersebut diharapkan oleh Dinas Pendidikan Kota Padang agar tertera pada tata tertib sekolah. Dinas Pendidikan Kota Padang sudah mengeluarkan aturan untuk menertibkan siswa SMP, SMA, SMK sederajat yang menggunakan alat komunikasi selular handphone yang memiliki kamera dan Bluetooth. Larangan itu dikeluarkan didasari atas banyak siswa yang menggunakan alat komunikasi canggih tersebut untuk kepentingan yang negatif sehinggga menganggu pelajaran di sekolah.
Handphone kini tak lagi barang mewah. Siapa pun punya, tak terkecuali pelajar.

Seberapa penting kah sebuah handphone untuk pelajar?
Melisa Fitri Yani, SMA N 14 Padang, angkat bicara. Baginya, handphone adalah alat komunikasi, untuk menelepon, sms, dan internet. Pendapat Melisa ini disetujui oleh Alven Stoner dari SMA N 2 Bangko. Menurutnya, kegunaan terpenting dari ponsel adalah menghubungi orang yang ia rindukan. Selain sms, menelepon, dan internet, ternyata alat komunikasi ini juga digunakan untuk main game oleh Alfajri Putra, SMA N 4 Padang. Maria Ulfa, yang kini sudah terdaftar sebagai siswa di SMA N 10 Padang mengaku handphone-nya sudah seperti urat nadi. “Aku nggak bisa hidup tanpa handphone.” Begitu jawab alumni SMP N 13 Padang ini. Fauqal Anhar yang kini bersekolah di SMA N 1 Padang juga ikut berpendapat. “Kalau nggak ada handphone, aku nggak bisa komunikasi sama orang tua dan pacarku,” ujarnya.
Rahmadanil Akbar, Dirga Pryono Putra, Arif Firmansyah, dari SMP N 13 Padang serentak menjawab fungsi utama handphone untuk mereka. “Untuk alat komunikasi, supaya orang tua bisa mengontrol keberadaan kita, bisa dapat kenalan baru, banyak deh pokoknya.”
Rancangan Undang-Undang agar pelajar tidak diperbolehkan membawa handphone diperbincangkan di mana-mana. Perilaku pelajar dewasa ini semakin menjadi-jadi. Tak sedikit pelajar yang ketahuan menyimpan video dan foto yang tidak senonoh di handphone. Belum lagi, handphone juga digunakan untuk tukar-tukanran jawaban ujian. Apa, ya, pendapat teman-teman kita menanggapi masalah ini. Apakah mereka salah satu dari pelajar tersebut?
Maria Ulfa menilai negative pelajar yang melakukan penyimpangan tersebut. Ia mengakui, penyimpangan tersebut memang sering terjadi, namun tergantung invidu masing-masing menyikapinya. Fauqal setuju. Menurutnya, penyimpangan ini tergantung orangnya, mau digunakan untuk hal yang positif atau negative. “TIdak semua pelajar yang menyimpan foto atau video porno di handphone-nya.” Rahmadanil Akbar, Dirga Pryono Putra, dan Arif Firmansyah memandang penyimpangan ini merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja. Melisa lain lagi. Pendapatnya, penyimpangan ini terjadi karena ketidakmampuan remaja dalam menghadapi perkembangan teknologi sebagai hal yang positif.
Rancangan Undang-Undang tersebut sudah mulai diterapkan oleh beberapa daerah, seperti Pekanbaru, Samarinda, Mataram, bahkan Kota Padang sendiri. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Pekanbaru, Syahril Manaf menawarkan solusi untuk kebijakan ini. Tidak mungkin larangan diberlakukan tanpa ada solusi dari pihak sekolah. Semisal larangan bawa HP, solusinya pihak sekolah harus menyediakan fasilitas telepon umum. Pemerintah Samarinda pun tak mau kalah. Pemerintah akan mengunjungi sekolah-sekolah dan menggelar razia dadakan. Sedangkan pemerintah kota Padang akan mencantumkan larangan tersebut sebagai salah satu tata tertib sekolah.
Bagaimana ya pendapat teman-teman pelajar tentang larangan membawa handphone ke sekolah? Anugerah atau musibah?
Wulandari J. Z dari SMK 2 Pariaman menyatakan setuju dengan larangan tersebut, Menurutnya, penggunaan handphone di sekolah dapat merusak proses belajar mengajar. Alasan mengganggu PBM ini juga disampaikan Syafri Kurniawan dari SMK N 8 Padang. “Sebagian siswa sudah menyalahgunakan handphone,” ungkapnya. Aril Irwansyah dari SMA N 6 Padang sependapat. Sekolah hanya beberapa jam, waktu itu harus dimanfaatkan dengan baik. Jadi, menurut Aril, handphone di sekolah tak ada gunanya. Andre Febra dari Rilma dari SMAN 2 Lubuk Basung juga setuju. Membawa handphone ke sekolah akan mengganggu belajar. “Sedang asyik belajar, eh tahunya ada yang sms atau Cuma missed called. Apalagi kalau sedang ulangan, bisa-bisa nilaiku jeblok karena nggak konsentrasi,” ungkap dua pelajar ini. Sesria Arima, SMP N 3 Padang mendukung program pemerintah ini. Menurutnya, pemerintah pasti mempunyai alasan dan tujuan untuk kebaikan kita bersama. Dila Okta Malina dari SMA N 2 Padang mengatakan bahwa larangan membawa handphone itu adalah suatu keputusan yang sangat bagus. Ia tidak ingin nama sekolahnya buruk hanya karena kelakuan teman-temannya tentang penyalahgunaan alat komunikasi canggih ini.
Jehan Khairina, SMP N 8 Padang ikut bicara. Memang keputusan ini ada pro dan kontranya, keputusan ini lebih banyak manfaatnya daripada ruginya. Ia berharap teman-teman lainnya sependapat dengannya.
Seperti kata Jehan, ada yang pro, tentu ada yang kontra. Berikut pendapat teman-teman kita yang menolak larangan membawa handphone ke sekolah.
Alven Stoner protes. “Nggak bisa dong, kalau ada keperluan mendadak gimana?” Maria Ulfa tawar menawar dengan kebijakan ini. Menurutnya, handphonoe berkamera memang harus ditertibkan, tapi tak ada salahnya kalau membawa handphone tanpa kamera dan Bluetooth. Fauqal lebih hitung-hitungan. Ia berpendapat, larangan ini melanggar hak asasi karena handphone dibeli dengan uang masing-masing. Rahmadanil Akbar, Dirga Pryono Putra, dan Arif Firmansyah hanya melontarkan pertanyaan, “Kenapa satu yang berbuat, semua kena getahnya?”
Rara dari SMKNT Padang malah mengkhawatirkan dampaknya. “Kalau dilarang bawa handphone, takutnya pelajar jadi gaptek.”
Kesimpulannya, pada saat sekarang ini para pelajar sedang maraknya menggunakan HP selain alat sebagai alat komunikasi juga digunakan sebagai alat untuk melihat hal-hal yang belum sepantasnya untuk dilihat alias gambar atau video porno. Hal ini nantinya dapat menyebabkan banyaknya generasi muda, khususnya pelajar saat sekarang ini menjadi rusak dan melakukan tindakan yang menyimpang.
Selain itu, Proses Belajar Mengajar (PBM) di sekolah menjadi tidak terganggu karena saat sekarang ini pelajar sering menggunakan HP dalam PBM. Akibatnya, konsentrasi belajar menjadi terganggu. Oleh karena itu, larangan ini sangat tepat sekali untuk diterapkan di sekolah-sekolah.
Sisi Negatif dari larangan ini juga ada, seperti terhambatnya komunikasi pelajar dengan keluarga ketika pelajar berada di sekolah, maksudnya kalau nantinya ada kejadian mendadak dari keluarga yang perlu diberitahukan kepada anaknya (pelajar) yang sedang berada di sekolah menjadi sangat sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Serta menghilangkan fungsi HP sebagai alat komunikasi yang paling efektif dalam kehidupan pelajar, khususnya ketika sedang berada di sekolah.
Begitu banyak yang mendukung dan menolak kebijakan ini. Tapi masih perlu kita tanyakan lagi, seberapa pentingkah larangan itu bagi pelajar?
Melisa mengaku, larangan itu sangat penting untuk hasil belajar yang lebih baik. Pentingnya larangan ini juga disetujui teman-teman lainnya. Mereka hanya berharap proses belajar mengajar tidak terganggu hanya karena penyalahgunaan handphone. Larangan itu diharapkan akan memaksimalkan proses belajar mereka agar mereka bisa menjadi orang yang berguna bagi Indonesia, agama, dan orang lain.
Banyak yang mendukung kebijakan ini, banyak pula yang menolak. Banyak yang mengatakan bahwa larangan ini tidak penting. Contohnya saja, Alfajri Putra dan Alven Stoner. Bagi mereka, handphone sudah merupakan kebutuhan primer manusia, termasuk pelajar. Maria Ulfa sependapat dengan Alfajri dan Alven. “Larangan itu nggak penting banget. Merugikan kita yang tidak bersalah,” ujarnya. Fauqal beda lagi. Menurutnya, tindakan ini tidak efektif. Semakin dilarang, maka manusia akan semakin berniat untuk melanggarnya. “Yang terpenting adalah kesadaran diri sendiri,” ungkap siswa XII IPA ini.
Ternyata banyak juga yang kurang setuju. Kira-kira, solusi seperti apakah yang mereka tawarkan untuk mengatasi penyimpangan ini?
Melisa Fitri Yani menjawal simple. “Nggak boleh bawa handphone kamera!” Maria Ulfa kali ini setuju dengan Melisa. Pelajar tetap dibolehkan membawa handphone, tetapi solusinya adalah sanksi yang tegas bagi mereka yang tertangkap melakukan penyimpangan. Tidak tegas dan sanksi ini juga ditawarkan Rahmadanil Akbar, Dirga Pryono Putra, dan Arif Firmansyah, tiga serangkai dari SMP N 13 Padang.
Lagi-lagi Alven dan Alfajri sepakat, handphone harus dinonaktifkan pada jam pelajaran. Larangan seperti itu saja cukup untuk mereka. Larangan sederhana ini juga dipaparkan Fauqal. “Nonaktifkan saja pada jam pelajaran agar tidak mengganggu.”
Tak hanya pelajar yang menanggapi masalah ini. Orang tua pun ternyata antusias menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan para reporter. Yuk, kita simak!
Tak bisa dipungkiri, penyalahgunaan handphone tak lepas dari peran orang tua. Perlu kita ketahui alasan orang tua membelikan handphone untuk anak-anak mereka.
Ibu May R. B Johan menjawab singkat, “Untuk komunikasi dan mengontrol anak-anak.” Sepertinya para orang tua sepakat dengan jawaban Ibu May.
Seperti hangatnya pembicaraan pelajar, orang tua tak kalah semangat ketika menanggapi munculnya Rancangan Undang-Undang tentang larangan membawa handphone ke sekolah. Ibu Jamilah, seorang ibu rumah tangga memikirkan positif negatifnya. Menurutnya, di satu sisi bagus karena tidak ada lagi kecemburuan social di antara pelajar. Di sisi lain, saya tidak dapat mengetahui keberadaan anak-anak saat pulang sekolah.” Drs. Mas’ud, Wakasek SMP N 13 Padang menyatakan bahwa dirinya setuju dengan RUU tersebut, namun dengan konsekuensi yang jelas. Ibu Darlina, guru matematika di SMP N 13 Padang lain lagi. Menurut beliau, jika orang tua sudah mengontrol dan mendidik anaknya dengan baik di rumah, RUU itu tidak perlu.
Bagaimana ya pendapat orang tua kita jika RUU tersebut benar-benar diberlakukan di Sumater Barat?
Ibu Darlina mengharapkan keterlibatan seluruh pihak dalam penegakan peraturan ini. Bapak Mas’ud setuju. Ia sangat mendukung diberlakukannya aturan tersebut. “Sangat membantu untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang buruk.”
Berbeda dengan kedua orang tua di atas, Ibu May dan Ibu Jamilah mengaku keberatan dengan diberlakukannya aturan tersebut. Alasannya pun kompak. “Tidak bisa mengawasi keberadaan anak-anak.”
Jika memang begitu, larangan seperti apa sih yang cocok menurut orang tua kita?
Keempat responden kita sepakat dengan larangan tidak mengaktifkan handphone ketika PBM sedang berlangsung. Selain itu, sanksi yang tegas juga harus diberlakukan baik oleh pihak sekolah maupun orang tua jika anak-anak sudah melakukan penyimpangan. Ibu Jamilah mengusulkan untuk tidak memberikan handphone kamera pada anak. “Untuk menghindari penyalahgunaan,” ungkap Ibu kelahiran 1955 ini.
(Maghriza Novita Syahti)
Read More… Read More… Read More…

0 komentar: